JAKARTA – Sosok Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo Subianto muncul sebagai nama yang elektabilitasnya paling unggul di kalangan pemilih Gen Z (17-26 tahun), berdasarkan hasil survei Litbang Kompas pada Mei 2023.
Sejumlah pengamat politik menilai ada beberapa faktor yang memengaruhi kepopuleran Prabowo di kalangan Gen Z.
Di antaranya, personanya dan cara pendekatannya yang berubah dan “lebih merangkul” generasi muda. Salah satunya, melalui media sosial.
Selain itu, pemilih Gen Z adalah mereka yang tidak pernah mengalami masa transisi dari era Orde Baru ke Reformasi pada 1998, era di mana rekam jejak HAM Prabowo selama ini dipertanyakan karena dia diduga terkait dengan penghilangan aktivis, kata pengamat.
Peneliti Indikator Politik, Bawono Kumoro, dan pengamat politik dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Mada Sukmajati mengatakan, isu pelanggaran HAM pun belum tentu menjadi pertimbangan utama dalam menentukan pilihan oleh para pemilih Gen Z yang disebut akan lebih banyak mempertimbangkan isu ekonomi.
“Oleh mereka yang mengalami periode ’98 saja isu HAM belum tentu dianggap penting, apalagi oleh Gen Z yang tidak mengalami, bagaimana mungkin mereka punya awareness dan bisa menjadikan isu ini sebagai pertimbangan utama dalam memilih,” kata Bawono kepada BBC News Indonesia.
Dikutip dari Kompas.id, hasil survei itu menunjukkan bahwa 32,7 persen Gen Z memilih Prabowo apabila pemilihan presiden dilakukan pada masa jajak pendapat.
“Tercatat proporsi Gen Z yang memilih Prabowo lebih besar dari rerata seluruh generasi, yakni mencapai 32,7 persen,” tulis Litbang Kompas.
Masih di kalangan Gen Z, Ganjar Pranowo duduk di urutan kedua dengan elektabilitas sebesar 24,5%, diikuti oleh Anies Baswedan sebesar 10%.
Prabowo juga memiliki elektabilitas sebesar 23,9 persen di kalangan Gen Y (milenial, berusia 27-41 tahun). Namun jumlah itu masih kalah dengan responden Gen Y yang menyatakan “tidak tahu” akan memilih siapa.
Kompas juga menulis bahwa, “Dukungan dari Gen Z tersebut menguntungkan bagi Prabowo yang belum cukup menarik simpati dari generasi lain, khususnya baby boomers”.
Meski para pengamat meyakini kecenderungan ini masih berubah, namun ini dinilai bisa jadi menggambarkan peta suara pada pilpres mendatang.
Sebab, para pemilih muda dari kelompok umur Gen Z dan Milenial akan menyumbang 60% dari total pemilik suara sah.
Prabowo sendiri telah mengungkapkan bahwa dia siap maju sebagai calon presiden dalam Pilpres 2024.
Sebelumnya, Prabowo pernah mencalonkan diri sebagai wakil presiden pada Pilpres 2004, lalu sebagai presiden pada Pilpres 2009 dan 2014.
Apa kata Gen Z yang mendukung Prabowo?
Seorang pemilih muda dari Generasi Z, Albert Joshua, 25 tahun, berbagi alasannya mendukung Prabowo untuk mencalonan diri sebagai presiden.
“Beliau bertangan besi. Kita butuh sosok seperti beliau untuk, kalau di AS istilahnya MAGA [Make America Great Again], mungkin ini saatnya Make Indonesia Great Again,” kata Albert kepada BBC News Indonesia.
Albert mengaku mengetahui rekam jejak Prabowo yang dituduh mendalangi penculikan aktivis pada 1998. Namun menurut Albert, hal itu bukanlah pertimbangan utamanya ketika menentukan pilihan.
“Saya tahu para aktivis masih menyuarakan orang-orang yang hilang, tapi apakah kita harus bergantung dengan catatan hitam itu? Kita harus move on,” ujar Albert.
“Terlepas dari rekam jejaknya, koneksinya ke Keluarga Cendana, itu bukan hal yang memengaruhi performanya [memimpin],” sambung Albert.
Menurutnya, Prabowo juga berhasil membangun kembali personanya melalui media sosial, sehingga mereka merasa lebih terhubung dengan figur Prabowo.
“Kalau kata anak-anak angkatan saya, rebranding-nya oke. Pak Prabowo itu kan di masa kampanye 2009 kesannya majestic, naik kuda dan lain-lain. Sekarang dia terlihat merangkul generasi saya. Dari segi umur dia jauh lebih tua, tapi dia bisa merangkul Gen Z,” katanya.
Puguh Pambudi, 24 tahun, mengatakan bahwa dukungannya terhadap Prabowo karena menilai Ketua Umum Partai Gerindra itu sebagai sosok yang tegas.
Dia mengaku tidak mengetahui banyak soal rekam jejak Prabowo soal dugaan keterkaitannya dengan penculikan aktivis.
“Saya tidak terlalu mengikuti pemberitaan soal itu,” ujar Puguh.
Persona media sosial
Pengamat politik dari Indikator Politik, Bawono Kumoro mengatakan kepopuleran Prabowo di kalangan Gen Z bisa jadi salah satunya dipengaruhi oleh personanya di media sosial. Prabowo terlihat mengubah pendekatannya dengan para pemilih muda.
Beberapa waktu belakangan, unggahan swafoto Prabowo mendapat reaksi dari para pengguna media sosial. Dia disebut “baby face”. Foto Prabowo bersama kucing-kucingnya juga kerap muncul dari media sosial.
Persona ini berbeda dengan sosok Prabowo yang selama ini kerap dianggap “tegas”, “berwibawa”, dengan latar belakang militernya.
Persona itulah yang sebelumnya oleh Albert, dianggap sebagai “rebranding” yang membuat sosok Prabowo dirasa lebih dekat dengan generasi muda.
Menurut Bawono, penetrasi kandidat capres di media sosial itu bisa menarik sosok generasi muda terhadap sosok Prabowo. Apalagi gaya berkomunikasi Prabowo dinilai “sudah tidak sekaku” sebelumnya.
“Kalau kandidat mau peroleh atensi, kemungkinan mereka akan mensosialisasikannya di media sosial. Ini kan kalau dibandingkan dua pemilu terdahulu, sekarang intensitas Prabowo di media sosial lebih tinggi. Dia sadar kalau media sosial penting untuk meningkatkan ketertarikan Gen Z,” kata Bawono.
Sementara itu, pengamat politik dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Mada Sukmajati mengatakan persona atau kefiguran Prabowo itu kemungkinan masih berpengaruh penting dalam survei kali ini. Sebab, tahapan Pilpres belum sampai pada titik di mana para kandidat adu gagasan dan visi.
“Generasi muda ini perlu mendorong supaya kontestasinya fokus pada gagasan dan visi misi. Mau dibawa ke mana masa depan Indonesia pada 2024-2029 sehingga tidak terjebak pada figur personal,” ujar Mada.
“Strategi menarik pemilih dengan persona media sosial itu memang tidak salah, tapi tentu jauh dari ideal. Yang diperlukan adalah visi-misinya. Bukan soal kucing, charming, senam pagi, dan lain-lain,” sambungnya.
Di media sosial, sejumlah pihak pun menyuarakan kekhawatiran mereka di balik persona Prabowo, terutama oleh mereka yang memperhatikan isu ’98.
Tak alami langsung peristiwa ‘98
Pengamat politik UGM Mada Sukmajati mengatakan preferensi Gen Z terkait Prabowo juga muncul karena mereka “tidak mengalami langsung periode pemerintahan Orde Baru hingga transisi ke era Reformasi”, di mana Prabowo adalah tokoh yang dominan.
Selama ini, rekam jejak HAM Prabowo dipertanyakan, menyusul dugaan kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia dalam peristiwa penculikan aktivis dan kerusuhan Mei 1998 – yang kemudian membuatnya diberhentikan dari militer.
Prabowo berulangkali menekankan isu ini dalam masa kampanye pilpres sebelumnya. Dia menyatakan dirinya tidak bersalah dan mengatakan dia hanya menjalankan perintah atasan.
Menurut Mada, kalaupun isu itu diangkat dan dibicarakan dalam kontestasi Pilpres, Mada menilai isu pelanggaran HAM “bukanlah isu prioritas” yang menjadi pertimbangan pemilih dalam menentukan dukungannya.
“Yang jadi isu prioritas itu di karakter pemilih kita ya isu ekonomi, lapangan pekerjaan. Penegakan hukum dan HAM itu ada jauh di belakang. Sementara indikasi karakter pemilih Gen Z ini jauh lebih pragmatis, sifatnya jangka pendek, dan konkret tuntutannya,” kata dia.
‘Masih bisa berubah’
47 juta suara Gen Z pada Pilpres 2024 menduduki posisi ketiga terbanyak setelah milenial (69 juta) dan Gen X sebanyak 57,7 juta.
Meski berkontribusi cukup besar, mengingat elektabilitas Prabowo tidak hanya bersumber dari generasi ini, Mada mengatakan situasinya masih bisa berubah. Sebab, Gen Z dia sebut memiliki karakter sebagai “pemilih rasional”.
“Mereka cenderung menilai elite politik secara rasional, tidak ideologis, sehingga implikasinya pilihan mereka bisa berubah. Karakter mereka berbeda dengan pemilih ideologis yang loyalitasnya lebih tinggi,” jelas Mada.
Menurutnya, masih ada kemungkinan suara Gen Z berubah tergantung pada visi misi yang diusung para kandidat capres nantinya. Sejauh ini, gagasan itu belum terlihat.
Apabila merujuk pada pilpres-pilpres sebelumnya, Mada mengatakan Prabowo “tidak terlalu banyak” mengangkat isu yang menyentuh kebutuhan anak muda. Begitu pula dengan pesaingnya saat itu, Jokowi.
Namun dengan besarnya ceruk suara dari Gen Z dan milenial, kemungkinan besar para kandidat ini akan bertarung pada isu-isu yang menarik pemilih muda.
Source: BBC Indonesia